Sabtu, 15 November 2014

Banyak Kejanggalan Laporan Keuangan Century

Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank Century masih mendatangkan rasa ingin tahu dari publik. Kalangan anggota DPR yang telah membentuk tim pengawas atas kasus ini, berusaha mengorek sebanyak mungkin informasi dari BPK yang telah dua kali melakukan audit atas bank tersebut.

Walaupun begitu, tidak mudah untuk membuat terang kasus ini. Ketua BPK, Hadi Purnomo, berkali-kali menegaskan pihaknya bukan tidak mau atau berani untuk. Melangkah lebih jauh,  antara lain  membuka semua aliran dana dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century ini.

 Masalahnya, menurut  Hadi Purnomo pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya."Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan," kata Hadi Purnomo.

Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank Century Tbk.

Berdasarkan permintaan DPR-RI, hasil pembahasan dengan Tim Pengawas Century DPR-RI, serta dengan memperhatikan LHP BPK Tahap I tersebut di atas, tujuan pemeriksaan investigasi lanjutan adalah untuk menemukan transaksi-transaksi tidak wajar dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang merugikan BC/negara dan/atau masyarakat, baik sebelum maupun sesudah BC diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

Dalam melakukan pemeriksaan, BPK menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian  Uang, yaitu:
1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
2.Transaksi Keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang; atau
3.Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank Century mencapai Rp6,7 triliun. Untuk apa saja? Berkaitan dengan biaya penenganan PT Bank Century dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,7 triliun, BPK telah melakukan pemeriksaan atas praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh Pengurus BC.

Dan sebagaimana telah kami jelaskan tadi bahwa dari ribuan rekening tersebut BPK melakukan pemeriksaan dengan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat.

BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen). LHP Investigasi Lanjutan atas Kasus PT Bank Century merupakan hasil karya BPK berdasarkan fakta yang ditemukan dan apa kata undang-undang. BPK tidak mengurangi dan juga tidak menambah-nambah substansi temuan yang harus dilaporkan.

Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank Century. Hal itu disampaikan Susanna ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank Century, Senin (11/1/2010) di DPR. "Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar Susanna di hadapan para anggota Pansus.

Temuan Susanna sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit kantor akuntan publik. Susanna mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke Dewi Tantular, kakak kandung mantan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular. "Dewi cuma membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.

Susanna mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika manajemen baru menggantikan manajemen lama, Susanna tetap bekerja di Bank Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank Century. Di bawah kepemimpinan baru, Susanna juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.

Tanggal 29 April 2014, di beberapa koran, ada iklan setengah halaman berupa laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013. Laporan tersebut merupakan posisi setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang menarik ternyata terdapat catatan bahwa opini audit BPK adalah “Tidak Memberikan Pendapat”.

Masih dalam penyajian catatan atas laporan keuangan LPS, dijelaskan bahwa opini BPK tersebut di atas, semata-mata disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Begitu Bank Century diputuskan untuk diselamatkan, maka itu berarti bank tersebut diambil alih oleh LPS dan dibukukan pada pos PMS seperti dijelaskan di atas. Nilai PMS per akhir 2013 tercatat Rp 8,012 trilyun. Kalau saja tahun ini Bank Mutiara berhasil terjual dengan angka di atas nilai penyelamatannya (konon ada belasan pihak, sebahagian besar asing, telah mengajukan penawaran resmi ke LPS), maka LPS akan mendapat “surplus” (sebagai lembaga non-profit LPS tidak memakai istilah “laba”), dan sekaligus mengakhiri dispute-nya dengan BPK.

ANALISIS :

      Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu:

-      Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.

-      Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan, review, dan prosedur yang disepakati. Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.

-      Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.

Dalam kasus pemeriksaan Bank Century ini, BPK, Hadi Purnomo dan Susanna Coa merupakan profesi akuntan publik yang masuk kedalam :

1.  Jasa assurance karena dapat meningkatkan mutu informasi bagi si pengambil keputusan misalnya para nasabah, kreditor maupun investor Bank Century.

2.  Jasa atestasi juga masuk ke dalam kasus ini karena adanya kegiatan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank Century Tbk dengan menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian  Uang.

Paragraf pendapat dalam laporan audit digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan konsistensi penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya.

Dalam kasus Bank Century ini dalam laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013 setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menarik adalah opini audit BPK “Tidak Memberikan Pendapat”.

Hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Tipe Audit

1.  Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen (BPK) terhadap laporan keuangan Bank Century untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

2. Audit kepatuhan adalah audit yang dilakukan BPK memiliki tujuan untuk menentukan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu.

3.  Auditoperasional merupakan melakukan review atas Pemeriksaan Investigasi Lanjutan kasus PT Bank Century Tbk.

Tipe Auditor

1.  Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Contoh BPK.

2.  Auditor pemerintah dalam kasus Bank Century ini adalah Hadi Purnomo yaitu Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena bekerja di instansi pemerintah dan tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.

3.  Auditor intern dalam kasus ini adalah Susanna Coa yaitu Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. 

Prinsip etika profesi berdasarkan IAI :

1.  Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya semua kegiatan BPK sebagai auditor independen, Hadi Purnomo sebagai Kepala BPK dan Susanna Coa sebagai auditor intern harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.

2.  Kepentingan Publik
BPK sebagai auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal, Hadi Purnomo sebagai auditor pemerintah bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi dan Susanna Coa sebagai auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.

3.  Integritas
BPK, Hadi Purnomo dan Susanna Coa memiliki integritas yang tinggi yaitu dengan dapat menerima perbedaan pendapat, jujur, adil dan teliti serta profesional dalam menjadi akuntan publik. Untuk itu opini yang dikeluarkan dalam audit laporan keuangan LPS adalah “Tidak memberi pendapat”.

4.  Obyektifitas
Kualitas dari nilai yang dihasilkan auditor tidak memihak, adil dan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).

5.  Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten.

6.  Kerahasiaan
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Seperti Hadi Purnomo yang menjabat sebagai ketua BPK menginformasikan bahwa Purnomo pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membuka semua aliran dana dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century ini.  BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan.

7.  Perilaku Profesional
Anggota BPK, Hadi Purnomo maupun Sussana Coa harus menunjukkan perilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8.  Standar Teknis
Setiap anggota BPK, Ketua BPK dan audit intern Bank Century harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Yaittu standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Sumber :



Tidak ada komentar:

Posting Komentar