Selasa, 02 Desember 2014

Penggelapan Dana Pembawa Bencana


Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank CTR masih mendatangkan rasa ingin tahu dari publik. Kalangan anggota DPR yang telah membentuk tim pengawas atas kasus ini, berusaha mengorek sebanyak mungkin informasi dari BPK yang telah dua kali melakukan audit atas bank tersebut.

Walaupun begitu, tidak mudah untuk membuat terang kasus ini. Ketua BPK, HDIPR, berkali-kali menegaskan pihaknya bukan tidak mau atau berani untuk. Melangkah lebih jauh,  antara lain  membuka semua aliran dana dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century ini.

          Masalahnya, menurut  HDIPR pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya."Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan," kata HDIPR.

Kendati berbagai keterbatasan itu masih ada, dalam mengantarkan hasil temuan BPK di hadapan tim pengawas DPR untuk kasus Bank CTR di gedung parlemen itu, Rabu (1/2), HDIPR cukup gamblang mengemukakan secara tertulis temuan-temuan yang didapat oleh tim BPK.  Walaupun berbagai inisial nama terpaksa digunakan, temuan BPK atas transaksi tidak wajar dalam pemeriksaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi fakta pendukung bagi makin jelasnya kasus ini.

Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank CTR Tbk. Selanjutnya, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada DPR RI pada 23 Desember 2011. Kami juga telah menyampaikan LHP tersebut kepada aparat penegak hukum, yaitu KPK, Kejaksaan dan Kepolisian pada tanggal 28 Desember 2011. Penyampaian LHP kepada penegak hukum merupakan wujud dari pelaksanaan tanggungjawab BPK untuk mendorong penuntasan permasalahan yang dimuat dalam LHP oleh penegak hukum.

Berdasarkan permintaan DPR-RI, hasil pembahasan dengan Tim Pengawas Century DPR-RI, serta dengan memperhatikan LHP BPK Tahap I tersebut di atas, tujuan pemeriksaan investigasi lanjutan adalah untuk menemukan transaksi-transaksi tidak wajar dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang merugikan BC/negara dan/atau masyarakat, baik sebelum maupun sesudah BC diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

Dalam melakukan pemeriksaan, BPK menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian  Uang, yaitu:
1.    Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan
2.    Transaksi Keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
3.    Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun. Untuk apa saja? Berkaitan dengan biaya penenganan PT Bank CTR dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,7 triliun, BPK telah melakukan pemeriksaan atas praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh Pengurus BC.

Perlu kami tegaskan bahwa dalam pemeriksaan atas kasus Bank CTR ini, BPK melakukan pemeriksaan atas lebih kurang 86 juta transaksi, 80 ribu rekening, 60 ribu nasabah, yang kesemuanya berasal dari 33 bank umum, dengan rata-rata melakukan transaksi sebanyak 6 layer.

Dan sebagaimana telah kami jelaskan tadi bahwa dari ribuan rekening tersebut BPK melakukan pemeriksaan dengan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat.

BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen). LHP Investigasi Lanjutan atas Kasus PT Bank CTR merupakan hasil karya BPK berdasarkan fakta yang ditemukan dan apa kata undang-undang. BPK tidak mengurangi dan juga tidak menambah-nambah substansi temuan yang harus dilaporkan.

Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank CTR SC memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank CTR. Hal itu disampaikan SC ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank CTR, Senin (11/1/2010) di DPR. "Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar SC di hadapan para anggota Pansus.

Temuan SC sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit kantor akuntan publik. SC mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke DT, kakak kandung mantan pemegang saham Bank CTR, ROBTR. " DT cuma membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.

SC mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika manajemen baru menggantikan manajemen lama, SC tetap bekerja di Bank Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank CTR. Di bawah kepemimpinan baru, SC juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.

Tanggal 29 April 2014, di beberapa koran, ada iklan setengah halaman berupa laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013. Laporan tersebut merupakan posisi setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang menarik ternyata terdapat catatan bahwa opini audit BPK adalah “Tidak Memberikan Pendapat”.

Masih dalam penyajian catatan atas laporan keuangan LPS, dijelaskan bahwa opini BPK tersebut di atas, semata-mata disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Seperti diketahui, LPS adalah lembaga yang menjamin simpanan masyarakat di bank akan aman meski suatu bank mengalami kebangkrutan, sepanjang simpanan tersebut berjumlah maksimal rp 2 milyar per orang (bukan per rekening) dan mendapat imbalan suku bunga sebesar maksimal suku bunga penjaminan LPS. Sumber dana LPS berasal dari iuran wajib, dimana semua bank harus menyetor ke LPS sebesar 0,20 % per tahun dari jumlah simpanan masyarakat yang dihimpunnya.

Begitu Bank CTR diputuskan untuk diselamatkan, maka itu berarti bank tersebut diambil alih oleh LPS dan dibukukan pada pos PMS seperti dijelaskan di atas. Nilai PMS per akhir 2013 tercatat Rp 8,012 trilyun. Kalau saja tahun ini Bank Mutiara berhasil terjual dengan angka di atas nilai penyelamatannya (konon ada belasan pihak, sebahagian besar asing, telah mengajukan penawaran resmi ke LPS), maka LPS akan mendapat “surplus” (sebagai lembaga non-profit LPS tidak memakai istilah “laba”), dan sekaligus mengakhiri dispute-nya dengan BPK.

ANALISIS :
Ø Klien
Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. Dalam kasus ini klien adalah Bank CTR.

Ø Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Dalam kasus ini yang menjadi akuntan publik adalah SC.

Ø Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Dalam kasus ini, pemeriksa audit internal Bank CTR, SC memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank CTR. Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan ujar SC di hadapan para anggota Pansus. Dan hasil pemeriksaan BPK selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun.

Ø Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain. Seperti halnya dengan kasus ini, HDIPR pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya. Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank CTR bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan, kata HDIPR.

Kendati berbagai keterbatasan itu masih ada, dalam mengantarkan hasil temuan BPK di hadapan tim pengawas DPR untuk kasus Bank CTR di gedung parlemen. HDIPR cukup gamblang mengemukakan secara tertulis temuan-temuan yang didapat oleh tim BPK.  Walaupun berbagai inisial nama terpaksa digunakan, temuan BPK atas transaksi tidak wajar dalam pemeriksaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi fakta pendukung bagi makin jelasnya kasus ini.

Ø Tanggung jawab kepada klien.
Informasi klien yang rahasia, Dalam kasus ini BPK dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya. Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank CTR bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan, kata HDIPR.

Ø Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3  Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal  31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut : 

1.    Transparansi (transparency)
BPK melakukan audit dengan adanya keterbukaan dalam dan mengambil keputusan serta mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai Bank CTR.

2.    Pengungkapan (disclosure)
Informasi yang disajikan BPK kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.

3.    Kemandirian (independence)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam kasus ini, Bank CTR memiliki keadaan dimana perusahaan dikelola dengan cara yang tidak profesional.

4.    Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.  Bank CTR tidak memiliki prinsip akuntabilitas karena selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun.

Ø Peranan Etika Bisnis Dalam GCG

1.    Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal  yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum. Namun dalam kasus ini, Pimpinan Bank CTR justru memanipulasi data laporan keuangan. Sehingga terjadi kasus kode etik bisnis yang mengakibatkan nasabah, investor maupun kreditor mengalami kerugian.

2.    Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama.

Ø Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :

1.    Informasi rahasia
Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Seperti halnya dengan seluruh karyawan Bank CTR yang harus selalu menjaga kerahasiaan informasi perusahaan dari orang yang tidsk berkepentingan agar terciptanya hubungan baik antar pemegang saham.

2.    Benturan kepentingan (conflict of interest)
Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Pada kasus ini, Bank CTR seolah mengambil segalka keputusan berdasarkan kepentingan pribadi bukan kepentingan perusahaan.

Ø Fraudulent financial reporting
Dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general  audit suatu perusahaan. Dalam kasus ini, SC yang sebagai auditor internal Bank CTR dibantu audit oleh BPK agar terjadi titik terang dalam pemecahan kasus Bank CTR ini.

Ø Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen)

1.    Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
-         Tanggung jawab moral (moral responsibility).
1.    Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2.    Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).

BPK memiliki tanggung jawab moral yang baik karena BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).

-         Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct). BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank CTR Tbk. Selanjutnya, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada DPR RI pada 23 Desember 2011.

-         Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)  dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. BPK dalam kasus Bank Century ini sudah tidak diragukan lagi karena BPK merupakan sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).

Sumber :




Sabtu, 15 November 2014

Banyak Kejanggalan Laporan Keuangan Century

Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank Century masih mendatangkan rasa ingin tahu dari publik. Kalangan anggota DPR yang telah membentuk tim pengawas atas kasus ini, berusaha mengorek sebanyak mungkin informasi dari BPK yang telah dua kali melakukan audit atas bank tersebut.

Walaupun begitu, tidak mudah untuk membuat terang kasus ini. Ketua BPK, Hadi Purnomo, berkali-kali menegaskan pihaknya bukan tidak mau atau berani untuk. Melangkah lebih jauh,  antara lain  membuka semua aliran dana dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century ini.

 Masalahnya, menurut  Hadi Purnomo pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya."Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan," kata Hadi Purnomo.

Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank Century Tbk.

Berdasarkan permintaan DPR-RI, hasil pembahasan dengan Tim Pengawas Century DPR-RI, serta dengan memperhatikan LHP BPK Tahap I tersebut di atas, tujuan pemeriksaan investigasi lanjutan adalah untuk menemukan transaksi-transaksi tidak wajar dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang merugikan BC/negara dan/atau masyarakat, baik sebelum maupun sesudah BC diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

Dalam melakukan pemeriksaan, BPK menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian  Uang, yaitu:
1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
2.Transaksi Keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang; atau
3.Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank Century mencapai Rp6,7 triliun. Untuk apa saja? Berkaitan dengan biaya penenganan PT Bank Century dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,7 triliun, BPK telah melakukan pemeriksaan atas praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh Pengurus BC.

Dan sebagaimana telah kami jelaskan tadi bahwa dari ribuan rekening tersebut BPK melakukan pemeriksaan dengan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat.

BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen). LHP Investigasi Lanjutan atas Kasus PT Bank Century merupakan hasil karya BPK berdasarkan fakta yang ditemukan dan apa kata undang-undang. BPK tidak mengurangi dan juga tidak menambah-nambah substansi temuan yang harus dilaporkan.

Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank Century. Hal itu disampaikan Susanna ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank Century, Senin (11/1/2010) di DPR. "Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar Susanna di hadapan para anggota Pansus.

Temuan Susanna sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit kantor akuntan publik. Susanna mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke Dewi Tantular, kakak kandung mantan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular. "Dewi cuma membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.

Susanna mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika manajemen baru menggantikan manajemen lama, Susanna tetap bekerja di Bank Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank Century. Di bawah kepemimpinan baru, Susanna juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.

Tanggal 29 April 2014, di beberapa koran, ada iklan setengah halaman berupa laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013. Laporan tersebut merupakan posisi setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang menarik ternyata terdapat catatan bahwa opini audit BPK adalah “Tidak Memberikan Pendapat”.

Masih dalam penyajian catatan atas laporan keuangan LPS, dijelaskan bahwa opini BPK tersebut di atas, semata-mata disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Begitu Bank Century diputuskan untuk diselamatkan, maka itu berarti bank tersebut diambil alih oleh LPS dan dibukukan pada pos PMS seperti dijelaskan di atas. Nilai PMS per akhir 2013 tercatat Rp 8,012 trilyun. Kalau saja tahun ini Bank Mutiara berhasil terjual dengan angka di atas nilai penyelamatannya (konon ada belasan pihak, sebahagian besar asing, telah mengajukan penawaran resmi ke LPS), maka LPS akan mendapat “surplus” (sebagai lembaga non-profit LPS tidak memakai istilah “laba”), dan sekaligus mengakhiri dispute-nya dengan BPK.

ANALISIS :

      Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu:

-      Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.

-      Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan, review, dan prosedur yang disepakati. Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah ditetapkan.

-      Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif, ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan, jasa konsultasi.

Dalam kasus pemeriksaan Bank Century ini, BPK, Hadi Purnomo dan Susanna Coa merupakan profesi akuntan publik yang masuk kedalam :

1.  Jasa assurance karena dapat meningkatkan mutu informasi bagi si pengambil keputusan misalnya para nasabah, kreditor maupun investor Bank Century.

2.  Jasa atestasi juga masuk ke dalam kasus ini karena adanya kegiatan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank Century Tbk dengan menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian  Uang.

Paragraf pendapat dalam laporan audit digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan kriteria prinsip akuntansi berterima umum di Indonesia dan konsistensi penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam tahun sebelumnya.

Dalam kasus Bank Century ini dalam laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013 setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menarik adalah opini audit BPK “Tidak Memberikan Pendapat”.

Hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Tipe Audit

1.  Audit laporan keuangan adalah audit yang dilakukan oleh auditor independen (BPK) terhadap laporan keuangan Bank Century untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.

2. Audit kepatuhan adalah audit yang dilakukan BPK memiliki tujuan untuk menentukan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan tertentu.

3.  Auditoperasional merupakan melakukan review atas Pemeriksaan Investigasi Lanjutan kasus PT Bank Century Tbk.

Tipe Auditor

1.  Auditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Contoh BPK.

2.  Auditor pemerintah dalam kasus Bank Century ini adalah Hadi Purnomo yaitu Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena bekerja di instansi pemerintah dan tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.

3.  Auditor intern dalam kasus ini adalah Susanna Coa yaitu Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century.

Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik. 

Prinsip etika profesi berdasarkan IAI :

1.  Tanggung Jawab Profesi
Dalam melaksanakan tanggung-jawabnya semua kegiatan BPK sebagai auditor independen, Hadi Purnomo sebagai Kepala BPK dan Susanna Coa sebagai auditor intern harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.

2.  Kepentingan Publik
BPK sebagai auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal, Hadi Purnomo sebagai auditor pemerintah bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi dan Susanna Coa sebagai auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.

3.  Integritas
BPK, Hadi Purnomo dan Susanna Coa memiliki integritas yang tinggi yaitu dengan dapat menerima perbedaan pendapat, jujur, adil dan teliti serta profesional dalam menjadi akuntan publik. Untuk itu opini yang dikeluarkan dalam audit laporan keuangan LPS adalah “Tidak memberi pendapat”.

4.  Obyektifitas
Kualitas dari nilai yang dihasilkan auditor tidak memihak, adil dan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).

5.  Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten.

6.  Kerahasiaan
Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Seperti Hadi Purnomo yang menjabat sebagai ketua BPK menginformasikan bahwa Purnomo pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membuka semua aliran dana dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century ini.  BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan.

7.  Perilaku Profesional
Anggota BPK, Hadi Purnomo maupun Sussana Coa harus menunjukkan perilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.

8.  Standar Teknis
Setiap anggota BPK, Ketua BPK dan audit intern Bank Century harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Yaittu standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang relevan.

Sumber :



Sabtu, 01 November 2014

Produsen Gadget Terkenal Berebut Hak Paten

Seperti yang kita ketahui bahwa SMSG, ANDRO dan APL saling berselisih, diberbagai belahan Dunia saling tuduh menuduh tentang hak paten dan seakan tak berkesudahaan. Perang Hak paten antara perusahaan Tehnology terbesar ini ada artikelnya ada pada laman situs www.Bussinesweek.com yang amat panjang, tetapi menarik untuk di baca. Pada artikel BussinesWeek itu memaparkan perang paten antara APL dan berbagai produsen yang memproduksi produk-produk ANDRO dan juga artikel itu memberikan rincian bagaimana APL terlibat dalam litigasi paten dengan sejumlah pembuat smartphone ANDRO, termasuk SMSG, MTRL dan HTC.

“Dalam perang paten telepon pintar (smartphone), banyak hal yang dipertaruhkan. Perusahaan terkait tak akan ragu mengeluarkan uang banyak demi menjadi pemenang,” kata pengacara dari Latham & Watkins, Max Grant, dikutip dari Bloomberg, Jumat, 24 Agustus 2012. Menurut dia, ketika persoalan hak cipta sudah sampai di meja hijau, maka perusahaan tidak lagi memikirkan bagaimana mereka harus menghemat pengeluaran keuangan.

Sebagai gambaran, Grant mengatakan, pengacara APL diketahui memperoleh komisi US$ 1.200 atau sekitar Rp 11,3 juta per jamnya untuk meyakinkan hakim dan juri bahwa SMSG Electronics Co telah menyontek atau mencuri desain smartphone APL. Perusahaan yang dipimpin Tim Cook itu juga sudah menghabiskan total US$ 2 juta atau sekitar Rp 18,9 miliar hanya untuk menghadirkan saksi ahli.

Meski kelihatan besar, uang untuk pengacara dan saksi ahli tersebut sebenarnya tergolong kecil dan masih masuk akal di “kantong” APL ataupun Google. Sebagai contoh, biaya US$ 32 juta yang dikeluarkan APL dalam perang paten melawan MTRL Mobility setara dengan hasil penjualan APL iPHN selama enam jam.

Keduanya diminta menghentikan penjualan produk tertentu. 10 produk SM, termasuk Galaxy SII, tak boleh dijual lagi; 4 produk APL, termasuk iPd 2 dan iPHN 4, juga demikian. Oleh pengadilan Korea, SMSG diminta membayar denda 25 juta Won, sedangkan APL dikenakan denda sejumlah 40 juta Won atau setara US$ 35.400.


ANALISIS

Moral Dalam Dunia Bisnis:
Moral sangat erat kaitannya dengan pembicaraan agama dan budaya, artinya moral pelaku bisnis sangat dipengaruhi oleh ajaran serta budaya yang dimiliki oleh pelaku-pelaku bisnis sendiri. Setiap agama mengajarkan pada umatnya untuk memiliki moral yang terpuji dalam kegiatan mendapatkan keuntungan dalam ber"bisnis". Jadi, moral sudah jelas merupakan suatu yang terpuji dan pasti memberikan dampak positif.

Namun pada kasus ini, moral sesama si pesaing bisnis ini sangat tidak terpuji karena rela menjatuhkan para pesaingnya yang sejenis. Harusnya dalam berbisnis, kita tidak boleh saling menjatuhkan karena setiap orang sudah memiliki porsi rejekinya masing-masing. Jika selalu iri kepada pesaing bisnis kita, tidak akan ada habisnya kita akan terus dihantui rasa gelisah.

Etika Dalam Dunia Bisnis :
Apabila moral merupakan sesuatu yang mendorong orang untuk melakukan kebaikan etika bertindak sebagai rambu-rambu (sign) yang merupakan kesepakatan secara rela dari semua anggota suatu kelompok. Dunia bisnis yang bermoral akan mampu mengembangkan etika (patokan/rambu-rambu) yang menjamin kegiatan bisnis yang seimbang, selaras, dan serasi.

Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, antara lain :

  • Pengendalian diri
  • Tanggung jawab sosial (social responsibility)
  • Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
  • Menciptakan persaingan yang sehat
  • Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan"
  • Mampu menyatakan yang benar itu benar
  • Sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat dan golongan pengusaha kebawah
  • Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati bersama
  • Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati

Dari ke 9 hal yang perlu diperhatikan diatas, dalam menjalankan etika bisnis sudah jelas bahwa artinya perilaku bisnis sendiri tidak mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang dan menekan pihak lain dan menggunakan keuntungan tersebut walaupun keuntungan tersebut merupakan hak bagi pelaku bisnis. Jadi maksudnya dalam hal ini, seharusnya pihak APL maupun SMSG tidak saling menggugat tentang hak paten. Karena masing-masing sudah memiliki ciri khas. Dari segi OS nya pun juga sudah berbeda. Dari kekurangan dan kelebihan pun juga cukup jauh berbeda. Karena si APL memiliki kelebihan di sisi multimedia sedangkan si SMSG memiliki kelebihan dari pesan teks, media sosial, dan microsoft office nya. Sadar akan masing-masing kekurangan dan kelebihan akan menciptakan persaingan yang sehat.

Dunia Bisnis :
Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan. Etika bisnis sangat penting mengingat dunia usaha tidak lepas dari elemen-elemen lainnya. Keberadaan usaha pada hakikatnya adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Bisnis tidak hanya mempunyai hubungan dengan orang-orang maupun badan hukum sebagai pemasok, pembeli, penyalur, pemakai dan lain-lain.

Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.

Kesimpulan :
Dalam dunia bisnis diperlukan taktik yang jitu agar produk dapat laris dipasaran. Karena dalam dunia bisnis sudah tentu kita akan bertemu dengan pesaing yang nantinya akan menjadi pengurang pendapatan kita secara tidak langsung. Seperti halnya dengan kasus APL vs SMSG ini. Terjadinya perilaku plagiatisme dalam dunia bisnis sudah menjadi konsumsi sehari-hari bagi si pembuat produk untuk mendapat keuntungan dari boomingnya produk pesaing.

Hal tersebut seharusnya tidak dilakukan dalam dunia bisnis, persaingan yang sebenarnya bukan dari berapa besar jumlah pendapatan yang kita hasilkan melainkan berapa banyak jumlah konsumen yang puas dengan apa yang kita hasilkan. Jadi dapat mengalahkan pesaing tidak hanya cukup tetapi melakukan bisnis berdasarkan etika itu jauh lebih baik. Persaingan yang sehat akan mendapatkan hasil yang sehat pula. Seperti bisnis yang sedang dijalankan dapat berjalan mulus tanpa rasa gelisah dan takut akan ketidakmampuan dalam meningkatkan laba setiap harinya.

Sumber :

Kamis, 16 Oktober 2014

Modal Kepercayaan Berujung Senjata Makan Tuan

Ketua UPK (Unit Pengelola Kegiatan) Bati-bati Kabupaten Tanah Laut, HMT menutup buku tahun 2013 dengan catatan merah yang nyaris membuat semua pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di Kalimantan Selatan memendam marah. Bagaimana tidak marah, kurang dari lima bulan RF bendahara UPK Bati-bati menerima penghargaan dari Gubernur sebagai UPK terbaik se-provinsi, tanpa seorang pun menduga dinyatakan sebagai tersangka kasus penggelapan dana perguliran kelompok SPP. Taksiran sementara, dana yang seharusnya dimanfaatkan oleh warga rumah tangga miskin (RTM) sebanyak Rp 1,1 miliar ditilep untuk kepentingan pribadi.

Ihwal kasus ini terendus dari pemeriksaan rutin Fasilitator Keuangan PNPM-MPd Kabupaten Tanah Laut, AMNH, 12-13 September 2013 yang menemukan “gunung es” penyimpangan. AM yang bertugas di kabupaten ini belum genap enam bulan semula ikut bangga kepada UPK Bati-bati yang tak pernah menyisakan tunggakan setiap bulannya. Keuntungan UPK pun tiap tahun dibagikan kepada warga RTM dalam seremoni yang meriah. Bahkan pada 2013 acara bakti sosial membagi surplus dihadiri bupati dan wakil bupati terpilih.

Namun AM mencermati, mengapa penyaluran dana bergulir kepada kelompok SPP yang hendak meminjam lagi diberikan pada akhir bulan. “Penyaluran 80 % di akhir bulan. Kami menelusuri, menemukan satu kelompok SPP yang mengajukan pinjaman sampai tanggal 30 belum menerima dananya. Bendahara mengakui, ada kelompok SPP belum terima dana pinjaman yang diajukan Rp 155 juta. Pada saat yang sama dia juga tak bisa menunjukkan kelompok SPP lain yang hendak meminjam Rp 96,5 juta. Padahal di buku kas dilaporkan dana sudah disalurkan ke semua kelompok SPP,” papar Aminah.

Dari temuan itulah tim fasilitator kabupaten (faskab) sigap menggali informasi di lapangan. Koordinator faskab, SR akhirnya mendapatkan pengakuan dari ATL, sapaan akrab RF, dana perguliran yang tidak disalurkan ke kelompok SPP sekitar Rp 800 juta. Setelah diaudit lebih jauh, ditemukan nilai penggelapan Rp 1,1 miliar. Cara menyelewengkannya antara lain dengan membuat data duplikat kelompok SPP. Tim verifikasi yang hendak mengecek satu per satu keberadaan kelompok sebelum menerima kucuran dana disodori data yang benar-benar ada kelompoknya. Tapi di lapangan anggota kelompok oleh pelaku diacak. Tim bisa bertemu dengan semua peminjam. Untuk nama-nama peminjam yang dimanipulasi oleh pelaku dikatakan orangnya sedang pergi, dan akan diverifikasi sendiri oleh pelaku dengan alasan bagi tugas agar pekerjaan cepat selesai.

Cara meyakinkan pelaku kepada ketua UPK HMT sulit dibantah. “Apalagi saya di bidang ke-UPK-an masih baru. Dia menjadi bendahara UPK sejak 2008, belum pernah ganti. Jadinya, kami percaya sepenuhnya pada apa yang dia laporkan. Ketua UPK terdahulu, AS, mengundurkan diri tahun 2010, kemudian digantikan HMT yang sebelumnya hanya menjadi KPMD (Kader Pemberdayaan Masyarakat Desa). Saat itu HMT menangkap kesan, pengunduran diri AS karena sudah menangkap ketidak beresan RF.

Saat harus berhadapan dengan tim pemberantasan tindak pidana korupsi (tim tastipikor) Polres Tanah Laut, HMT menyadari memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang kelihatannya baik bisa menjadi bumerang. HMT tak mengira, orang sebaik RF dalam penampilan sehari-harinya bisa berbuat senekad itu.

Begitu berpengaruhnya RF, diceritakan HMT, saat fasilitator kecamatan (FK) baru hendak memeriksa lebih detail laporan keuangan UPK Bati-bati, justru dimarahi. Pengurus UPK yang lain, termasuk HMT sempat ikut-ikutan menunjukkan sikap konfrontasi kepada FK K. “Kami sempat memperingatkan kepada FK yang baru agar jangan macam-macam mencari-cari kesalahan,” kenangnya saat memarahi FK.

Itu bukan tanpa sebab. Karena sewaktu FK mulai mengendus ada ketidakberesan laporan keuangan, Kepala Desa Nusa Indah SPRM yang juga ketua BKAD (Badan Kerja Sama Antar-Desa), membela RF yang juga menjadi bendahara desa di sana. Ketua BP UPK pun awalnya meminta agar masalah diselesaikan internal saja, tak perlu melibatkan aparat penegak hukum. Namun begitu tahu bahwa dana yang digelapkan mencapai Rp 1,1 miliar, mereka hanya bisa terbengong-bengong, karena dana itu diselewengkan sejak tahun 2010.

Tak ada yang percaya bagaimana mungkin uang sebanyak itu bisa mengalir masuk ke kantong pribadi. Tim faskab yang menelusuri awal penyimpangan memang bermula dari jumlah kecil. “Ada kelompok yang membayar angsuran tidak ke kantor UPK, tapi ke rumah bendahara. Angsuran itu tidak disetorkan ke bank,” ujar AMNH. Kelompok SPP yang datanya dimanipulasi dalam laporan selalu tidak memiliki tunggakan karena setoran ditutup dengan memanipulasi penyaluran ke kelompok lain. Intinya mirip gali lubang tutup lubang. Baru pada bulan September 2013, karena lubang yang harus ditutup sudah terlalu banyak, pelaku kewalahan dan laporan tak bisa direkayasa lagi.

BPKP sampai akhir Desember 2013 masih menuntaskan audit atas permintaan tim tastipikor, dan menemukan angka Rp 9 juta uang angsuran kelompok yang ditilep Atul. Yang bersangkutan sendiri sangat kooperatif dalam pemeriksaan ini, sehingga meskipun sudah ditetapkan sebagai tersangka namun tidak ditahan.

Untuk apa saja uang itu dipakai, semua orang di sekitarnya menyatakan karena gaya hidup mewah. Mereka tidak menaruh curiga dengan gaya hidup itu karena selama ini dikenal sebagai istri seorang kontraktor. Pengakuannya kepada tim pemeriksa BPKP terungkap, untuk keperluan pribadi setiap hari Rp 200 ribu x 30 hari x 29 bulan sekitar Rp 174 juta. Untuk beli tas, baju, sepatu sekitar Rp 20 juta. Beli perhiasan Rp 75 juta, dibawa ke Jawa Rp 30 juta, untuk biaya kuliah Rp 10 juta. Sejauh ini belum diketahui ke mana dia membawa uangnya karena dari catatan baru terdata sekitar Rp 447.800.000 yang dipakai untuk kepentingan pribadi.


ANALISIS

Senjata makan tuan merupakan istilah yang tidak asing lagi dalam kehidupan kita. Istilah tersebut muncul jika apa yang kita lakukan dengan maksud baik akan memberikan pengaruh atau hasil yang buruk. Seperti halnya dengan sebuah kepercayaan. Kepercayaan banyak disalah gunakan oleh seseorang. Biasanya sebuah kepercayaan akan disalah gunakan oleh orang – orang yang ingin mencari kesempatan dalam kesempitan. Kebutuhan lah yang memicu terjadinya penyalah gunaan kepercayaan tersebut. Contohnya dapat kita lihat dari kasus penggelapan dana sebesar 1,1 milyar yang dilakukan oleh RF (bendahara UPK Bati-bati). Padahal RF sudah diberi kepercayaan penuh oleh gubernur bati - bati untuk mengelola seluruh keuangan yang nantinya akan dibagikan kepada warga RTM (Rumah Tangga Miskin) dalam program SPP dan RF juga diberikan penghargaan sebagai UPK terbaik se-provinsi.

Namun pengakuannya kepada tim pemeriksa BPKP terungkap, untuk keperluan pribadi setiap hari Rp 200 ribu x 30 hari x 29 bulan sekitar Rp 174 juta. Untuk beli tas, baju, sepatu sekitar Rp 20 juta. Beli perhiasan Rp 75 juta, dibawa ke Jawa Rp 30 juta, untuk biaya kuliah Rp 10 juta. Sejauh ini belum diketahui ke mana dia membawa uangnya karena dari catatan baru terdata sekitar Rp 447.800.000 yang dipakai untuk kepentingan pribadi. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan. Kebutuhan manusia terbatas, tetapi karena keinginan manusia itu sendiri yang tidak terbatas maka kebutuhan pun semakin tidak terpuaskan. Alat pemuas kebutuhan adalah uang. Tanpa uang, semua yang kita lakukan tidak berarti. Nilai uang yang fantastis dapat membutakan hati bahkan pikiran kita. Perilaku RF ini sudah melanggar norma hukum, norma agama, norma moral dan norma sopan santun.

Norma hukum : tindakan RF ini sudah melanggar norma hukum karena RF berupaya untuk memperkaya diri yang dapat merugikan negara. Menurut pasal 2 ayat (1) UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi disebutkan bahwa setiap orang baik pejabat pemerintah maupun swasta yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Norma Agama : RF sudah melanggar norma agama yaitu dengan berkhianat atau tidak amanat atas kepercayaan yang sudah diberikan oleh gubernur bati – bati. Lalu RF juga sudah mengambil hak yang bukan hak nya. Dalam arti lain RF sudah mengambil harta milik orang lain. Sifat khianat adalah salah satu sifat orang munafiq sebagaimana sabda Rasulullah saw. Bahwa tanda-tanda orang munafiq itu ada tiga, yaitu apabila berkata berdusta, apabila berjanji ingkar, dan apabila diberi amanah berkhianat. Oleh karena itu, Allah SWT. sangat membenci dan melarang khianat. Allah berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ لاَ تَخُونُواْ اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُواْ أَمَانَاتِكُمْ وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui”. (QS al-Anfâl [8]: 27).

Norma moral : Perilaku RF sudah melanggar norma moral. Karena etika RF tidak menunjukkan sebagaimana harusnya seorang bendahara mengelola keuangan dengan baik dan bersikap transparansi. Karena perilaku korupsi sudah berkembang menjadi kebudayaan. Perilaku korupsi bisa dianggap sebagai kejahatan menjadi sesuatu yang biasa, atau netral secara etis. Korupsi menjadi problem akut ketika ia sudah melembaga dalam masyarakat, menyusup ke dalam sistem nilai, menjadi norma dan bagian dari budaya, dan secara leluasa masuk ke dalam ranah perilaku.

Norma Sopan Santun : tindakan RF sangat tidak menunjukkan adanya sopan santun. Karena penggelapan dana sangat merugikan orang banyak. Terlebih lagi RF ini seorang wanita. Sikap yang seperti inilah yang patut dijauhi. Karena hidup harus penuh dengan sopan santun jika ingin dihargai.

Sanksi yang akan diterima oleh RF yakni sanksi hukum dan sanksi sosial. Sanksi hukum diberlakukan karena kasus ini termasuk ke dalam skala besar dan merugikan banyak pihak. Sanksi hukum menurut pasal 2 ayat (1) UU No.20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan sanksi sosial, RF mendapatkan malu karena nama baiknya sudah tidak bersih lagi. Kasusnya sudah beredar di media sosial seperti media cetak dan media elektronik.

Beberapa sistem filsafat moral adalah
-          Hedonisme
-          Eudemonisme
-          Utilitarisme

Filsafat moral Hedonisme memiliki hubungan dalam kasus ini, karena si RF memiliki sifat yg egois karena mengusahakan kesenangan demi kepentingan dirinya sendiri tanpa memikirkan orang lain. Sebab hedonisme adalah doktrin etika yang mengajarkan bahwa hal terbaik bagi manusia adalah mengusahakan “kesenangan” (Hedone). Namun filsafat hedonisme tidak baik karena ia  mengandung paham egoisme yang hanya memperhatikan kepentingan dirinya saja.

Filsafat moral Eudemonisme tidak berkaitan dengan kasus ini, karena si RF dalam mengejar suatu kebahagiaan menggunakan cara yang tidak baik yaitu dengan penggelapan dana. Karena menurut aristoteles (384 – 322)  eudemonisme adalah dalam setiap kegiatannya manusia mengejar suatu tujuan akhir yang disebut kebahagiaan. Tetapi apa itu kebahagiaan? Manusia mencapai kebahagiaan dengan menjalankan secara baik kegiatan-kegiatan rasionalnya dengan disertai keutamaan.

Filsafat moral utilitarisme berkaitan dengan kasus ini karena si RF melakukan tindak kejahatan berdasarkan kesusahan, mungkin selama ini RF belum merasa cukup untuk memenuhi kebutuhannya sehingga ia mencari kesenangan atas ketidaksenangannya. Sebab utilitarisme adalah anggapan bahwa klasifikasi kejahatan harus didasarkan atas kesusahan atau penderitaan yang diakibatkannya terhadap  terhadap para korban dan masyarakat. Menurut kodratnya manusia menghindari ketidaksenangan dan mencari kesenangan. Kebahagiaan tercapai jika manusia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. Karena menurut kodratnya tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan, maka suatu perbuatan dapat dinilai baik atau buruk, sejauh dapat meningkatkan atau mengurangi kebahagiaan semua orang.

Kesimpulan : Dalam kasus ini dapat ditarik kesimpulan bahwa sebaiknya jangan mudah percaya dengan seseorang. Meskipun orang itu terlihat baik tetapi belum tentu dia memiliki maksud dan tujuan yang baik. Dan jika kita sudah diberi kepercayaan dengan seseorang, jagalah kepercayaan itu.  Jangan memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Bertindaklah sesusai norma yang berlaku. Dan berperilakulah dengan etika yang terpuji. Sebaiknya RF menjaga kepercayaan yang diberikan oleh Gubernur, bukannya memanfaatkan keadaan untuk memperkaya diri. Padahal dana yang digelapkan oleh RF sngat berguna untuk warga miskin. RF harus bisa mengontrol kebutuhan sehingga tidak gelap mata untuk melakukan tindak korupsi. Dan untuk penegak hukum sebaiknya lakukan tindak pidana yang adil agar semua pelaku korupsi jera.


Sumber: