Selasa, 02 Desember 2014

Penggelapan Dana Pembawa Bencana


Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank CTR masih mendatangkan rasa ingin tahu dari publik. Kalangan anggota DPR yang telah membentuk tim pengawas atas kasus ini, berusaha mengorek sebanyak mungkin informasi dari BPK yang telah dua kali melakukan audit atas bank tersebut.

Walaupun begitu, tidak mudah untuk membuat terang kasus ini. Ketua BPK, HDIPR, berkali-kali menegaskan pihaknya bukan tidak mau atau berani untuk. Melangkah lebih jauh,  antara lain  membuka semua aliran dana dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century ini.

          Masalahnya, menurut  HDIPR pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya."Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan," kata HDIPR.

Kendati berbagai keterbatasan itu masih ada, dalam mengantarkan hasil temuan BPK di hadapan tim pengawas DPR untuk kasus Bank CTR di gedung parlemen itu, Rabu (1/2), HDIPR cukup gamblang mengemukakan secara tertulis temuan-temuan yang didapat oleh tim BPK.  Walaupun berbagai inisial nama terpaksa digunakan, temuan BPK atas transaksi tidak wajar dalam pemeriksaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi fakta pendukung bagi makin jelasnya kasus ini.

Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank CTR Tbk. Selanjutnya, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada DPR RI pada 23 Desember 2011. Kami juga telah menyampaikan LHP tersebut kepada aparat penegak hukum, yaitu KPK, Kejaksaan dan Kepolisian pada tanggal 28 Desember 2011. Penyampaian LHP kepada penegak hukum merupakan wujud dari pelaksanaan tanggungjawab BPK untuk mendorong penuntasan permasalahan yang dimuat dalam LHP oleh penegak hukum.

Berdasarkan permintaan DPR-RI, hasil pembahasan dengan Tim Pengawas Century DPR-RI, serta dengan memperhatikan LHP BPK Tahap I tersebut di atas, tujuan pemeriksaan investigasi lanjutan adalah untuk menemukan transaksi-transaksi tidak wajar dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang merugikan BC/negara dan/atau masyarakat, baik sebelum maupun sesudah BC diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.

Dalam melakukan pemeriksaan, BPK menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian  Uang, yaitu:
1.    Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan
2.    Transaksi Keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
3.    Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.

Selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun. Untuk apa saja? Berkaitan dengan biaya penenganan PT Bank CTR dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,7 triliun, BPK telah melakukan pemeriksaan atas praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh Pengurus BC.

Perlu kami tegaskan bahwa dalam pemeriksaan atas kasus Bank CTR ini, BPK melakukan pemeriksaan atas lebih kurang 86 juta transaksi, 80 ribu rekening, 60 ribu nasabah, yang kesemuanya berasal dari 33 bank umum, dengan rata-rata melakukan transaksi sebanyak 6 layer.

Dan sebagaimana telah kami jelaskan tadi bahwa dari ribuan rekening tersebut BPK melakukan pemeriksaan dengan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat.

BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen). LHP Investigasi Lanjutan atas Kasus PT Bank CTR merupakan hasil karya BPK berdasarkan fakta yang ditemukan dan apa kata undang-undang. BPK tidak mengurangi dan juga tidak menambah-nambah substansi temuan yang harus dilaporkan.

Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank CTR SC memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank CTR. Hal itu disampaikan SC ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank CTR, Senin (11/1/2010) di DPR. "Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar SC di hadapan para anggota Pansus.

Temuan SC sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit kantor akuntan publik. SC mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke DT, kakak kandung mantan pemegang saham Bank CTR, ROBTR. " DT cuma membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.

SC mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika manajemen baru menggantikan manajemen lama, SC tetap bekerja di Bank Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank CTR. Di bawah kepemimpinan baru, SC juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.

Tanggal 29 April 2014, di beberapa koran, ada iklan setengah halaman berupa laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013. Laporan tersebut merupakan posisi setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Yang menarik ternyata terdapat catatan bahwa opini audit BPK adalah “Tidak Memberikan Pendapat”.

Masih dalam penyajian catatan atas laporan keuangan LPS, dijelaskan bahwa opini BPK tersebut di atas, semata-mata disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.

Seperti diketahui, LPS adalah lembaga yang menjamin simpanan masyarakat di bank akan aman meski suatu bank mengalami kebangkrutan, sepanjang simpanan tersebut berjumlah maksimal rp 2 milyar per orang (bukan per rekening) dan mendapat imbalan suku bunga sebesar maksimal suku bunga penjaminan LPS. Sumber dana LPS berasal dari iuran wajib, dimana semua bank harus menyetor ke LPS sebesar 0,20 % per tahun dari jumlah simpanan masyarakat yang dihimpunnya.

Begitu Bank CTR diputuskan untuk diselamatkan, maka itu berarti bank tersebut diambil alih oleh LPS dan dibukukan pada pos PMS seperti dijelaskan di atas. Nilai PMS per akhir 2013 tercatat Rp 8,012 trilyun. Kalau saja tahun ini Bank Mutiara berhasil terjual dengan angka di atas nilai penyelamatannya (konon ada belasan pihak, sebahagian besar asing, telah mengajukan penawaran resmi ke LPS), maka LPS akan mendapat “surplus” (sebagai lembaga non-profit LPS tidak memakai istilah “laba”), dan sekaligus mengakhiri dispute-nya dengan BPK.

ANALISIS :
Ø Klien
Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. Dalam kasus ini klien adalah Bank CTR.

Ø Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan untuk menjalankan praktik akuntan publik. Dalam kasus ini yang menjadi akuntan publik adalah SC.

Ø Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun dalam penampilan (in appearance). Dalam kasus ini, pemeriksa audit internal Bank CTR, SC memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank CTR. Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan ujar SC di hadapan para anggota Pansus. Dan hasil pemeriksaan BPK selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun.

Ø Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak lain. Seperti halnya dengan kasus ini, HDIPR pihaknya dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya. Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank CTR bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan, kata HDIPR.

Kendati berbagai keterbatasan itu masih ada, dalam mengantarkan hasil temuan BPK di hadapan tim pengawas DPR untuk kasus Bank CTR di gedung parlemen. HDIPR cukup gamblang mengemukakan secara tertulis temuan-temuan yang didapat oleh tim BPK.  Walaupun berbagai inisial nama terpaksa digunakan, temuan BPK atas transaksi tidak wajar dalam pemeriksaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi fakta pendukung bagi makin jelasnya kasus ini.

Ø Tanggung jawab kepada klien.
Informasi klien yang rahasia, Dalam kasus ini BPK dibatasi oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya. Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank CTR bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan, kata HDIPR.

Ø Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3  Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal  31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN sebagai berikut : 

1.    Transparansi (transparency)
BPK melakukan audit dengan adanya keterbukaan dalam dan mengambil keputusan serta mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai Bank CTR.

2.    Pengungkapan (disclosure)
Informasi yang disajikan BPK kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.

3.    Kemandirian (independence)
Suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam kasus ini, Bank CTR memiliki keadaan dimana perusahaan dikelola dengan cara yang tidak profesional.

4.    Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.  Bank CTR tidak memiliki prinsip akuntabilitas karena selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun.

Ø Peranan Etika Bisnis Dalam GCG

1.    Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG). Apabila  prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan & pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan. Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal  yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum. Namun dalam kasus ini, Pimpinan Bank CTR justru memanipulasi data laporan keuangan. Sehingga terjadi kasus kode etik bisnis yang mengakibatkan nasabah, investor maupun kreditor mengalami kerugian.

2.    Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama.

Ø Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :

1.    Informasi rahasia
Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Seperti halnya dengan seluruh karyawan Bank CTR yang harus selalu menjaga kerahasiaan informasi perusahaan dari orang yang tidsk berkepentingan agar terciptanya hubungan baik antar pemegang saham.

2.    Benturan kepentingan (conflict of interest)
Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Pada kasus ini, Bank CTR seolah mengambil segalka keputusan berdasarkan kepentingan pribadi bukan kepentingan perusahaan.

Ø Fraudulent financial reporting
Dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general  audit suatu perusahaan. Dalam kasus ini, SC yang sebagai auditor internal Bank CTR dibantu audit oleh BPK agar terjadi titik terang dalam pemecahan kasus Bank CTR ini.

Ø Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen)

1.    Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
-         Tanggung jawab moral (moral responsibility).
1.    Memberi informasi secara lengkap dan jujur mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut, walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2.    Mengambil keputusan yang bijaksana dan obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).

BPK memiliki tanggung jawab moral yang baik karena BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).

-         Tanggung jawab profesional (professional responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya (rule professional conduct). BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank CTR Tbk. Selanjutnya, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) kepada DPR RI pada 23 Desember 2011.

-         Tanggung jawab hukum (legal responsibility).
Akuntan publik harus memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP) yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)  dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. BPK dalam kasus Bank Century ini sudah tidak diragukan lagi karena BPK merupakan sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).

Sumber :