Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank Century
masih mendatangkan rasa ingin tahu dari publik. Kalangan anggota DPR yang telah
membentuk tim pengawas atas kasus ini, berusaha mengorek sebanyak mungkin
informasi dari BPK yang telah dua kali melakukan audit atas bank tersebut.
Walaupun begitu, tidak mudah untuk membuat terang kasus ini. Ketua
BPK, Hadi Purnomo, berkali-kali menegaskan pihaknya bukan tidak mau atau berani
untuk. Melangkah lebih jauh, antara lain membuka semua aliran dana
dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam
kasus Bank Century ini.
Masalahnya, menurut Hadi Purnomo pihaknya dibatasi
oleh aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk
membukanya."Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri
aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena
terbentur aturan perundangan," kata Hadi Purnomo.
Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2004 tentang
Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun
2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK melakukan Pemeriksaan
Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank Century Tbk.
Berdasarkan permintaan DPR-RI, hasil pembahasan dengan Tim Pengawas
Century DPR-RI, serta dengan memperhatikan LHP BPK Tahap I tersebut di atas,
tujuan pemeriksaan investigasi lanjutan adalah untuk menemukan
transaksi-transaksi tidak wajar dan/atau bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang merugikan BC/negara dan/atau masyarakat, baik sebelum
maupun sesudah BC diambil alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk
mengungkapkan pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Dalam melakukan pemeriksaan, BPK menggunakan kriteria apakah
transaksi tersebut tidak wajar,
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan BC/Negara
dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak
wajar adalah sesuai ketentuan
Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian
Uang, yaitu:
1. Transaksi
Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola
Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan;
2.Transaksi Keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan
dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang
wajib dilakukan oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang; atau
3.Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah
untuk Bank Century mencapai Rp6,7 triliun. Untuk apa saja? Berkaitan dengan
biaya penenganan PT Bank Century dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS)
sebesar Rp 6,7 triliun, BPK telah melakukan pemeriksaan atas praktik-praktik
tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh Pengurus BC.
Dan sebagaimana telah kami jelaskan tadi bahwa dari ribuan
rekening tersebut BPK melakukan pemeriksaan dengan kriteria apakah transaksi
tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat.
BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan
pemeriksaan berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata
undang-undang. Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan
berpihak kepada siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah
menegaskan BPK sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri
(independen). LHP Investigasi Lanjutan atas Kasus PT Bank Century merupakan
hasil karya BPK berdasarkan fakta yang ditemukan dan apa kata undang-undang.
BPK tidak mengurangi dan juga tidak menambah-nambah substansi temuan yang harus
dilaporkan.
Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century Susanna Coa
memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank Century.
Hal itu disampaikan Susanna ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank
Century, Senin (11/1/2010) di DPR. "Kasus uang senilai 18 juta dollar AS
itu fraud. Terjadi sejak bulan Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan
cash in transit," ujar Susanna di hadapan para anggota Pansus.
Temuan Susanna sebagai auditor internal ini juga didukung oleh
hasil audit kantor akuntan publik. Susanna mengaku, ketika menyadari adanya
cash in transit, waktu itu dirinya segera melapor ke Dewi Tantular, kakak
kandung mantan pemegang saham Bank Century, Robert Tantular. "Dewi cuma
membenarkan adanya cash in transit ke Singapura," ujarnya.
Susanna mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun
diminta membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika
manajemen baru menggantikan manajemen lama, Susanna tetap bekerja di Bank
Mutiara, yang sebelumnya bernama Bank Century. Di bawah kepemimpinan baru,
Susanna juga mengaku menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai
3,750 juta dollar AS.
Tanggal 29 April 2014, di beberapa koran, ada iklan setengah
halaman berupa laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun
2013. Laporan tersebut merupakan posisi setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK). Yang menarik ternyata terdapat catatan bahwa opini audit BPK
adalah “Tidak Memberikan
Pendapat”.
Masih dalam penyajian catatan atas laporan keuangan LPS,
dijelaskan bahwa opini BPK tersebut di atas, semata-mata disebabkan adanya
perbedaan pandangan antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan
Modal Sementara (PMS) pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK
berpendapat bahwa nilai PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat
diperoleh kembali (recoverable amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS
menyajikan PMS tersebut sebesar biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS
sesuai kebijakan akuntansi LPS yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan
memperhatikan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin
Simpanan.
Begitu Bank Century diputuskan untuk diselamatkan, maka itu
berarti bank tersebut diambil alih oleh LPS dan dibukukan pada pos PMS seperti
dijelaskan di atas. Nilai PMS per akhir 2013 tercatat Rp 8,012 trilyun. Kalau
saja tahun ini Bank Mutiara berhasil terjual dengan angka di atas nilai
penyelamatannya (konon ada belasan pihak, sebahagian besar asing, telah
mengajukan penawaran resmi ke LPS), maka LPS akan mendapat “surplus” (sebagai
lembaga non-profit LPS tidak memakai istilah “laba”), dan sekaligus mengakhiri
dispute-nya dengan BPK.
ANALISIS :
Profesi akuntan publik menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu:
-
Jasa assurance adalah jasa profesional independen yang
meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan.
-
Jasa atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan, review, dan
prosedur yang disepakati. Jasa atestasi adalah suatu pernyataan pendapat,
pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi suatu
entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan.
-
Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan
publik yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang
dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan,
jasa konsultasi.
Dalam kasus pemeriksaan Bank Century ini, BPK, Hadi Purnomo dan
Susanna Coa merupakan profesi akuntan publik yang masuk kedalam :
1.
Jasa assurance karena dapat meningkatkan mutu informasi bagi
si pengambil keputusan misalnya para nasabah, kreditor maupun investor Bank
Century.
2.
Jasa atestasi juga masuk ke dalam kasus ini karena adanya
kegiatan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan atas kasus PT Bank Century Tbk dengan
menggunakan kriteria apakah transaksi tersebut tidak wajar, bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan dan merugikan Negara dan/atau masyarakat. Yang
dimaksud transaksi tidak wajar adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No.
25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Paragraf pendapat dalam laporan audit digunakan oleh auditor untuk menyatakan pendapatnya
atas kewajaran laporan keuangan auditan, berdasarkan kriteria prinsip akuntansi
berterima umum di Indonesia dan konsistensi penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam tahun yang diaudit dibanding dengan penerapan prinsip akuntansi
tersebut dalam tahun sebelumnya.
Dalam kasus Bank Century ini dalam laporan keuangan Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013 setelah diaudit oleh Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menarik adalah opini audit BPK “Tidak Memberikan Pendapat”.
Hal ini disebabkan adanya perbedaan pandangan antara BPK dengan
LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS) pada PT Bank
Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai PMS tersebut
disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable amount) dari
nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar biaya
penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS yang
ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor 24
tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Tipe Audit
1.
Audit
laporan keuangan adalah
audit yang dilakukan oleh auditor independen (BPK) terhadap laporan keuangan Bank Century untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran laporan
keuangan tersebut.
2. Audit
kepatuhan adalah
audit yang dilakukan
BPK memiliki tujuan untuk
menentukan kepatuhan entitas yang diaudit terhadap kondisi atau peraturan
tertentu.
3. Auditoperasional merupakan melakukan review atas Pemeriksaan Investigasi Lanjutan kasus PT Bank Century
Tbk.
Tipe Auditor
1.
Auditor
independen adalah
auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama
dalam bidang audit atas laporan keuangan yang disajikan oleh kliennya. Contoh BPK.
2.
Auditor
pemerintah dalam kasus Bank Century ini adalah Hadi
Purnomo yaitu Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) karena bekerja di instansi pemerintah dan tugas
pokoknya melakukan audit atas
pertanggungjawaban keuangan yang ditujukan kepada pemerintah.
3.
Auditor
intern dalam kasus ini adalah Susanna
Coa yaitu Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank Century.
Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar
profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi
kepada kepentingan publik.
Prinsip etika profesi berdasarkan IAI :
1. Tanggung
Jawab Profesi
Dalam melaksanakan
tanggung-jawabnya semua kegiatan BPK sebagai auditor independen, Hadi Purnomo
sebagai Kepala BPK dan Susanna Coa sebagai auditor intern harus selalu
bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota untuk mengembangkan
profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan menjalankan
tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri.
2. Kepentingan
Publik
BPK sebagai auditor independen
membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang
disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada
pemegang saham untuk memperoleh modal, Hadi Purnomo sebagai auditor pemerintah
bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan
kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya
organisasi dan Susanna Coa sebagai auditor intern memberikan keyakinan tentang
sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi
keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
3. Integritas
BPK, Hadi Purnomo dan Susanna Coa
memiliki integritas yang tinggi yaitu dengan dapat menerima perbedaan pendapat,
jujur, adil dan teliti serta profesional dalam menjadi akuntan publik. Untuk
itu opini yang dikeluarkan dalam audit laporan keuangan LPS adalah “Tidak
memberi pendapat”.
4. Obyektifitas
Kualitas dari nilai yang
dihasilkan auditor tidak memihak, adil dan berdasarkan
fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam
melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada
siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK
sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).
5. Kompetensi
dan Kehati-hatian Profesional
Setiap anggota harus melaksanakan
jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten.
6. Kerahasiaan
Anggota mempunyai kewajiban untuk
menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang
diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Seperti Hadi Purnomo yang
menjabat sebagai ketua BPK menginformasikan bahwa Purnomo pihaknya dibatasi oleh aturan
perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membuka semua aliran dana
dari PT Antaboga Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam
kasus Bank Century ini. BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk
menelusuri aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen.
Tapi, karena terbentur aturan perundangan.
7. Perilaku
Profesional
Anggota BPK, Hadi Purnomo maupun
Sussana Coa harus menunjukkan perilaku yang konsisten dengan reputasi profesi
yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar
Teknis
Setiap anggota BPK, Ketua BPK dan audit intern Bank Century harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan
standar teknis dan standar profesional yang
relevan. Yaittu
standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan Indonesia dan peraturan
perundang-undangan yang relevan.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar