Audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Bank CTR masih
mendatangkan rasa ingin tahu dari publik. Kalangan anggota DPR yang telah
membentuk tim pengawas atas kasus ini, berusaha mengorek sebanyak mungkin
informasi dari BPK yang telah dua kali melakukan audit atas bank tersebut.
Walaupun begitu, tidak mudah untuk membuat terang kasus ini. Ketua BPK,
HDIPR, berkali-kali menegaskan pihaknya bukan tidak mau atau berani untuk.
Melangkah lebih jauh, antara lain membuka semua aliran dana dari PT Antaboga
Delta Sekuritas (ADI), yang merupakan perusahaan kunci dalam kasus Bank Century
ini.
Masalahnya,
menurut HDIPR pihaknya dibatasi oleh
aturan perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk
membukanya."Kalau BPK tidak bisa menembus semua institusi untuk menelusuri
aliran dana dari Bank Century bukan karena BPK tidak independen. Tapi, karena
terbentur aturan perundangan," kata HDIPR.
Kendati berbagai keterbatasan itu masih ada, dalam mengantarkan hasil
temuan BPK di hadapan tim pengawas DPR untuk kasus Bank CTR di gedung parlemen
itu, Rabu (1/2), HDIPR cukup gamblang mengemukakan secara tertulis
temuan-temuan yang didapat oleh tim BPK.
Walaupun berbagai inisial nama terpaksa digunakan, temuan BPK atas transaksi
tidak wajar dalam pemeriksaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi fakta
pendukung bagi makin jelasnya kasus ini.
Berdasarkan Undang-undang (UU) No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara dan UU No. 15 Tahun 2006 tentang
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan
atas kasus PT Bank CTR Tbk. Selanjutnya, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil
Pemeriksaan (LHP) kepada DPR RI pada 23 Desember 2011. Kami juga telah
menyampaikan LHP tersebut kepada aparat penegak hukum, yaitu KPK, Kejaksaan dan
Kepolisian pada tanggal 28 Desember 2011. Penyampaian LHP kepada penegak hukum
merupakan wujud dari pelaksanaan tanggungjawab BPK untuk mendorong penuntasan
permasalahan yang dimuat dalam LHP oleh penegak hukum.
Berdasarkan permintaan DPR-RI, hasil pembahasan dengan Tim Pengawas Century
DPR-RI, serta dengan memperhatikan LHP BPK Tahap I tersebut di atas, tujuan
pemeriksaan investigasi lanjutan adalah untuk menemukan transaksi-transaksi
tidak wajar dan/atau bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
merugikan BC/negara dan/atau masyarakat, baik sebelum maupun sesudah BC diambil
alih oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), termasuk mengungkapkan pihak-pihak
yang terlibat dalam transaksi tersebut.
Dalam melakukan pemeriksaan, BPK menggunakan kriteria apakah transaksi
tersebut tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan
merugikan BC/Negara dan/atau masyarakat. Yang dimaksud transaksi tidak wajar
adalah sesuai ketentuan Pasal 1 angka 7 UU No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak
Pidana Pencucian Uang, yaitu:
1. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau
kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan
2. Transaksi Keuangan oleh Nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan
oleh penyedia jasa keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
3. Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan
Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk Bank
CTR mencapai Rp6,7 triliun. Untuk apa saja? Berkaitan dengan biaya penenganan
PT Bank CTR dalam bentuk Penyertaan Modal Sementara (PMS) sebesar Rp 6,7
triliun, BPK telah melakukan pemeriksaan atas praktik-praktik tidak sehat dan
pelanggaran-pelanggaran oleh Pengurus BC.
Perlu kami tegaskan bahwa dalam pemeriksaan atas kasus Bank CTR ini, BPK
melakukan pemeriksaan atas lebih kurang 86 juta transaksi, 80 ribu rekening, 60
ribu nasabah, yang kesemuanya berasal dari 33 bank umum, dengan rata-rata
melakukan transaksi sebanyak 6 layer.
Dan sebagaimana telah kami jelaskan tadi bahwa dari ribuan rekening
tersebut BPK melakukan pemeriksaan dengan kriteria apakah transaksi tersebut
tidak wajar, bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan merugikan
BC/Negara dan/atau masyarakat.
BPK melaksanakan pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan
berdasarkan fakta yang ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang.
Dalam melaksanakan pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada
siapapun karena UUD Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK
sebagai satu lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen). LHP Investigasi
Lanjutan atas Kasus PT Bank CTR merupakan hasil karya BPK berdasarkan fakta
yang ditemukan dan apa kata undang-undang. BPK tidak mengurangi dan juga tidak
menambah-nambah substansi temuan yang harus dilaporkan.
Mantan Kepala Satuan Kerja Audit Internal Bank CTR SC memastikan adanya
kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di Bank CTR. Hal itu disampaikan SC
ketika diperiksa oleh Pansus Hak Angket Kasus Bank CTR, Senin (11/1/2010) di
DPR. "Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan
Januari 2008, dari bulan ke bulan. Saya temukan cash in transit," ujar SC
di hadapan para anggota Pansus.
Temuan SC sebagai auditor internal ini juga didukung oleh hasil audit
kantor akuntan publik. SC mengaku, ketika menyadari adanya cash in transit,
waktu itu dirinya segera melapor ke DT, kakak kandung mantan pemegang saham
Bank CTR, ROBTR. " DT cuma membenarkan adanya cash in transit ke
Singapura," ujarnya.
SC mengatakan, dirinya memiliki bukti-bukti yang kuat. Ia pun diminta
membeberkan bukti-bukti tersebut pada pemanggilannya berikutnya. Ketika
manajemen baru menggantikan manajemen lama, SC tetap bekerja di Bank Mutiara,
yang sebelumnya bernama Bank CTR. Di bawah kepemimpinan baru, SC juga mengaku
menemukan kerugian atas biaya operasional fiktif senilai 3,750 juta dollar AS.
Tanggal 29 April 2014, di beberapa koran, ada iklan setengah halaman berupa
laporan keuangan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) per akhir tahun 2013. Laporan
tersebut merupakan posisi setelah diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Yang menarik ternyata terdapat catatan bahwa opini audit BPK adalah “Tidak
Memberikan Pendapat”.
Masih dalam penyajian catatan atas laporan keuangan LPS, dijelaskan bahwa
opini BPK tersebut di atas, semata-mata disebabkan adanya perbedaan pandangan
antara BPK dengan LPS mengenai penyajian nilai Penyertaan Modal Sementara (PMS)
pada PT Bank Mutiara Tbk (d/h Bank Century Tbk). BPK berpendapat bahwa nilai
PMS tersebut disajikan sebesar jumlah yang dapat diperoleh kembali (recoverable
amount) dari nilai tercatat PMS. Sedangkan LPS menyajikan PMS tersebut sebesar
biaya penyelamatan yang telah dikeluarkan LPS sesuai kebijakan akuntansi LPS
yang ditetapkan sejak tahun 2006 dan dengan memperhatikan Undang-Undang Nomor
24 tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan.
Seperti diketahui, LPS adalah lembaga yang menjamin simpanan masyarakat di
bank akan aman meski suatu bank mengalami kebangkrutan, sepanjang simpanan
tersebut berjumlah maksimal rp 2 milyar per orang (bukan per rekening) dan
mendapat imbalan suku bunga sebesar maksimal suku bunga penjaminan LPS. Sumber
dana LPS berasal dari iuran wajib, dimana semua bank harus menyetor ke LPS
sebesar 0,20 % per tahun dari jumlah simpanan masyarakat yang dihimpunnya.
Begitu Bank CTR diputuskan untuk diselamatkan, maka itu berarti bank
tersebut diambil alih oleh LPS dan dibukukan pada pos PMS seperti dijelaskan di
atas. Nilai PMS per akhir 2013 tercatat Rp 8,012 trilyun. Kalau saja tahun ini
Bank Mutiara berhasil terjual dengan angka di atas nilai penyelamatannya (konon
ada belasan pihak, sebahagian besar asing, telah mengajukan penawaran resmi ke
LPS), maka LPS akan mendapat “surplus” (sebagai lembaga non-profit LPS tidak
memakai istilah “laba”), dan sekaligus mengakhiri dispute-nya dengan BPK.
ANALISIS :
Ø Klien
Klien adalah pemberi kerja (orang atau badan), yang mempekerjakan atau
menugaskan seseorang atau lebih anggota IAI - KAP atau KAP tempat Anggota
bekerja untuk melaksanakan jasa profesional. Istilah pemberi kerja untuk tujuan
ini tidak termasuk orang atau badan yang mempekerjakan Anggota. Dalam kasus ini
klien adalah Bank CTR.
Ø Akuntan Publik
Akuntan Publik adalah akuntan yang memiliki izin dari Menteri Keuangan
untuk menjalankan praktik akuntan publik. Dalam kasus ini yang menjadi akuntan
publik adalah SC.
Ø Independensi
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap
mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam
Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI. Sikap mental
independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in facts) maupun
dalam penampilan (in appearance). Dalam kasus ini, pemeriksa audit internal
Bank CTR, SC memastikan adanya kecurangan uang senilai 18 juta dollar AS di
Bank CTR. Kasus uang senilai 18 juta dollar AS itu fraud. Terjadi sejak bulan
Januari 2008, dari bulan ke bulan ujar SC di hadapan para anggota Pansus. Dan
hasil pemeriksaan BPK selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari
Pemerintah untuk Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun.
Ø Integritas dan Objektivitas
Dalam menjalankan tugasnya anggota KAP harus mempertahankan integritas dan
objektivitas, harus bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dan
tidak boleh membiarkan faktor salah saji material (material misstatement) yang
diketahuinya atau mengalihkan (mensubordinasikan) pertimbangannya kepada pihak
lain. Seperti halnya dengan kasus ini, HDIPR pihaknya dibatasi oleh aturan
perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya. Kalau BPK tidak
bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank CTR bukan
karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan, kata
HDIPR.
Kendati berbagai keterbatasan itu masih ada, dalam mengantarkan hasil
temuan BPK di hadapan tim pengawas DPR untuk kasus Bank CTR di gedung parlemen.
HDIPR cukup gamblang mengemukakan secara tertulis temuan-temuan yang didapat
oleh tim BPK. Walaupun berbagai inisial
nama terpaksa digunakan, temuan BPK atas transaksi tidak wajar dalam
pemeriksaan tersebut sesungguhnya dapat menjadi fakta pendukung bagi makin
jelasnya kasus ini.
Ø Tanggung jawab kepada klien.
Informasi klien yang rahasia, Dalam kasus ini BPK dibatasi oleh aturan
perundangan perbankan yang tidak mengizinkan untuk membukanya. Kalau BPK tidak
bisa menembus semua institusi untuk menelusuri aliran dana dari Bank CTR bukan
karena BPK tidak independen. Tapi, karena terbentur aturan perundangan, kata
HDIPR.
Ø Prinsip-prinsip GCG sesuai pasal 3
Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang penerapan GCG pada BUMN
sebagai berikut :
1.
Transparansi (transparency)
BPK melakukan audit
dengan adanya keterbukaan dalam dan mengambil keputusan serta mengemukakan
informasi materil yang relevan mengenai Bank CTR.
2.
Pengungkapan (disclosure)
Informasi yang disajikan
BPK kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal
yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha
perusahaan.
3.
Kemandirian (independence)
Suatu keadaan dimana
perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan
pengaruh/tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Dalam kasus
ini, Bank CTR memiliki keadaan dimana perusahaan dikelola dengan cara yang
tidak profesional.
4.
Akuntabilitas (accountability)
Kejelasan fungsi,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban Manajemen perusahaan sehingga pengelolaan
perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis. Bank CTR tidak memiliki prinsip akuntabilitas
karena selama ini sudah terungkap bahwa dana talangan dari Pemerintah untuk
Bank CTR mencapai Rp6,7 triliun.
Ø Peranan Etika Bisnis Dalam GCG
1.
Code of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah
laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct)”
merupakan implementasi salah satu prinsip Good Corporate Governance (GCG).
Apabila prinsip tersebut telah mengakar
di dalam budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal
yang serius, bahkan dapat termasuk kategori pelanggaran hukum. Namun
dalam kasus ini, Pimpinan Bank CTR justru memanipulasi data laporan keuangan.
Sehingga terjadi kasus kode etik bisnis yang mengakibatkan nasabah, investor
maupun kreditor mengalami kerugian.
2.
Nilai Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik
ini merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan dan memajukan
reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung
jawab, dimana pada akhirnya akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder
value). Beberapa nilai-nilai etika perusahaan yang sesuai dengan
prinsip-prinsip GCG, yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya,
keterbukaan dan kerjasama.
Ø Beberapa contoh pelaksanaan kode etik yang harus dipatuhi oleh seluruh
karyawan & pimpinan perusahaan, antara lain masalah :
1. Informasi rahasia
Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh karyawan yaitu harus selalu
melindungi informasi rahasia perusahaan dan termasuk Hak Atas Kekayaan
Intelektual (HAKI) serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak
lain. Selain itu karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas
kerahasiaan informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Seperti halnya
dengan seluruh karyawan Bank CTR yang harus selalu menjaga kerahasiaan informasi
perusahaan dari orang yang tidsk berkepentingan agar terciptanya hubungan baik
antar pemegang saham.
2. Benturan kepentingan (conflict of interest)
Suatu benturan kepentingan dapat timbul bila karyawan & pimpinan
perusahaan memiliki, secara langsung maupun tidak langsung kepentingan pribadi
didalam mengambil suatu keputusan, dimana keputusan tersebut seharusnya diambil
secara obyektif, bebas dari keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari
perusahaan. Pada kasus ini, Bank CTR seolah mengambil segalka keputusan
berdasarkan kepentingan pribadi bukan kepentingan perusahaan.
Ø Fraudulent financial reporting
Dapat disebabkan adanya kolusi antara manajemen perusahaan dengan akuntan
publik. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya kolusi tersebut, yaitu
perlunya perputaran (rotasi) akuntan publik dalam melakukan general audit suatu perusahaan. Dalam kasus ini, SC
yang sebagai auditor internal Bank CTR dibantu audit oleh BPK agar terjadi
titik terang dalam pemecahan kasus Bank CTR ini.
Ø Tanggung Jawab Akuntan Publik (Auditor Independen)
1.
Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
-
Tanggung jawab moral (moral
responsibility).
1.
Memberi informasi secara lengkap dan jujur
mengenai perusahaan yang diaudit kepada pihak yng berwenang atas informasi tersebut,
walaupun tidak ada sanksi terhadap tindakannya.
2.
Mengambil keputusan yang bijaksana dan
obyektif (objective) dengan kemahiran profesional (due professional care).
BPK memiliki tanggung jawab moral yang baik karena BPK melaksanakan
pemeriksaan dan melaporkan temuan-temuan pemeriksaan berdasarkan fakta yang
ditemukan, serta berdasarkan apa kata undang-undang. Dalam melaksanakan
pemeriksaan, BPK tidak akan terpengaruh dan berpihak kepada siapapun karena UUD
Tahun 1945 sebagai konstitusi kita, sudah menegaskan BPK sebagai satu lembaga
pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).
-
Tanggung jawab profesional (professional
responsibility).
Akuntan publik harus
memiliki tanggung jawab profesional terhadap asosiasi profesi yang mewadahinya
(rule professional conduct). BPK melakukan Pemeriksaan Investigasi Lanjutan
atas kasus PT Bank CTR Tbk. Selanjutnya, BPK telah menyampaikan Laporan Hasil Pemeriksaan
(LHP) kepada DPR RI pada 23 Desember 2011.
-
Tanggung jawab hukum (legal
responsibility).
Akuntan publik harus
memiliki tanggung jawab diluar batas standar profesinya yaitu tanggung jawab
terkait dengan hukum yang berlaku.Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP)
yang diterbitkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Auditing Seksi 110, mengatur
tentang “Tanggung Jawab dan Fungsi Auditor Independen”. BPK dalam kasus Bank
Century ini sudah tidak diragukan lagi karena BPK merupakan sebagai satu
lembaga pemeriksa yang bebas dan mandiri (independen).
Sumber :